Oleh : Prasetyo W.Wijaya
Kisah ini saya ambil dari koran surabaya post. Kisah ini dibacakan oleh Bapak SBY pada saat memeringati hari pers 9 Februari 2009 silam
------------------------------------------------------
Alkisah, Konghucu punya seorang murid yang amat pintar dan ada seorang murid yang bodoh.
Suatu ketika si murid bodoh menantang taruhan murid yang pandai. Si bodoh bertanya kepada si pintar, "Berapa 8 x 3". Sang murid pintar menjawab, "24". Si bodoh menyalahkan dan menyebut 8 x 3 adalah 25.
Terjadi perdebatan hebat. Keduanya saling menyalahkan tak mau mengalah. "Kalau begitu kita bertaruh," kata si bodoh.
Kalau si bodoh salah dia akan memotong lehernya sendiri. Sebaliknya kalau si pintar yang salah dia harus melepas topinya selamanya. Dalam tradisi China Konfusian melepas topi bagi seorang murid adalah aib seumur hidup karena topi adalah simbol intelektualitas.
Mereka memutuskan untuk menghadap Konghucu untuk menanyakan kebenaran.
Konghucu menjawab bahwa si murid bodoh yang benar dan si pintar salah dan kalah.
Alangkah marahnya si murid pintar, ia dipermalukan oleh gurunya sendiri. Ia pun mengancam meninggalkan perguruan.
Konghucu mengizinkan murid kesayangannya itu pergi. Tapi ia menitipkan peringatan, "Kalau nanti kamu masuk hutan akan terjadi hujan sangat lebat," kata Konghucu.
Jika terjadi demikian, kata Konghucu kepada muridnya, janganlah si murid berteduh di bawah pohon besar karena pohon itu akan ambruk diterjang badai.
Benar saja. Begitu keluar dari perguruan dan akan masuk hutan terjadi hujan badai. Sang murid berpikir hendak berlindung di bawah sebuah pohon besar. Tetapi sang murid teringat nasihat Konghucu, dan diapun segera mengurungkan niatnya.
Benar saja. Sejurus kemudian pohon besar itu berderak ambruk dengan dahsyat menghancurkan apa saja yang ditimpanya.
Sang murid kontan tersadar bahwa gurunya benar. ia pun memutuskan untuk kembali ke perguruan untuk menjadi murid lagi. Konghucu menerima muridnya dengan tangan terbuka. Ia pun membeberkan hikmah di balik keputusannya membenarkan si bodoh.
"Kalau aku membenarkanmu," kata Konghucu, "Akan ada satu nyawa melayang dan kamu akan menyesal seumur hidupmu".
Dia melanjutkan, "8x3 sama dengan 24 adalah kebenaran kecil. Sedangkan selamatnya nyawa si bodoh adalah kebenaran besar".
SBY mengajak seluruh wartawan untuk merenungi hikmah kisah ini. Jika terjadi konflik antarkelompok masyarakat dan jatuh korban, akankah wartawan mengungkap semua "kebenaran" fakta misalnya. korban yang tewas dan rumah yang rusak. Padahal wartawan tahu dengan mengungkap semua fakta itu secara telanjang akan memicu konflik yang lebih besar dan akan jatuh korban yang lebih besar.
Di mata SBY mengungkapkan fakta apa adanya dalam kasus konflik itu adalah sebuah kebenaran kecil. Sedangkan menulis dengan bijaksana dengan mempertimbangkan dampak sosial yang lebih besar adalah sebuah kebenaran besar.
-------------------------------
Sebagai seorang statistikawan, kita sering kali dituntut untuk melakukan penelitian. Kadang saat kita melakukan penelitian, kita akan menemukan berbagai macam data dan fakta. Dan kadang hasil penelitian itu menghadapkan kita ke dalam situasi memilih antara memilih melakukan kebenaran kecil atau kebenaran besar.
Maka dari itu, kita harus siap untuk menghadapi saat itu.
Apakah anda siap?